Sabtu, 19 November 2016

Tas Doraemon


 


Tas Paha Eiger
     Saya, setiap berangkat kerja di RS selama di Sumba ini, entah itu visite pasien ataupun jaga, selalu membawa tas paha. Tas hitam berkantung banyak dan bermerk Eiger ini sudah menemani saya selama 8 tahun. Awet ya? Iyalah. Saya kan setia. Mantan-mantan saya saja yang tidak. #Eh?

    Tas ini saya sebut tas doraemon. Mengapa? Karena isinya banyak sekali. Mungkin hampir 2 kg beratnya. Saya gantung mengelilingi perut dan terletak di paha, demi satu tujuan : Perut bisa lebih kempes. Tapi memang hanya angan semata. Perut saya masih begini-begini saja.

    Mengenai isinya, seperti yang bisa kalian lihat pada gambar di atas. Semua kebutuhan darurat sesuai profesi saya sebagai dokter ada disana. Awalnya tidak sampai sebegini sih. Tapi semenjak mengikuti festival Pasola di Sumba pada bulan Februari kemarin, saya memutuskan untuk mengisinya dengan peralatan medis sederhana. Ya, pada Festival Pasola yang merupakan Festival Adat tersebut, terjadi sedikit kerusuhan pada akhir acara. Batu beterbangan beserta molotov. Di sebelah saya terdapat anak kecil yang kepalanya berdarah terkena lemparan batu. Seorang teman bertanya,”Kamu kan dokter. Ada yang bisa kamu lakukan tidak?”. Sedihnya, saya tidak membawa apa-apa waktu itu. Jadi, saya tidak dapat berbuat banyak. Tapi pengalaman memang selalu menjadi pelajaran terbaik.

Kalian pasti sedang menduga-duga dan menerka-nerka apa saja isinya berdasarkan gambar diatas, bukan? Mari saya jelaskan.

1.       Dompet
Seringnya sih dompet ditaro disaku celana. Tapi kalau duduk ataupun rebahan di kamar ketika istirahat, saya simpan di dalam tas.

2.       Nametag
Telah jelas.

3.       Charger Hp
Telah jelas.

4.       Sisir
Telah Jelas : Kadang-kadang tampil charming sekali-kali bolehlah ya?

5.       Permen
Habis jaga malam biasanya nafas ini beraroma surga. Sebagai tindakan preventif agar supaya tidak memunculkan polusi baru, permen mint adalah salah satu solusi.

6.       Ninja Wallet
Nah, ini benda favorit saya. Ini bentuknya berupa penggaris dan berbahan besi. Bisa untuk membuka botol, memotong benda yang agak tajam, mengukur benda, membuka baut, menahan ponsel, dll. Ada 12 fungsi. Salah satu benda paling cool yang saya punya!

7.       Kertas Karbon
Percaya atau tidak, di tempat saya bekerja masih menggunakan kertas karbon untuk menggandakan resep, resume pasien, dan berkas yang lain. Belajar dari salah seorang senior (Thanks kak Icha) yang selalu membawa karbon kemana saja, saya pun melakukan hal yang sama. Seru ya? Hahahaha

8.       Buku Saku
Isinya selain beberapa catatan medis dan terapi-terapi, juga berisi catatan pribadi serta jurnal kegiatan yang penting. Buku ini sudah ada sejak saya bekerja di Surabaya 3 tahun yang lalu. Isinya ada banyak kosakata bahasa Jawa (Bahasa Surabaya). Bekerja di lingkungan budaya yang bukan budaya ibu, mengharuskan saya setidaknya memahami apa yang dibicarakan oleh sekitar. Yah, setidaknya menjadi bisa menerka-nerka apa yang dibicarakan.

9.       Kantung Serbaguna
Isinya antara lain : Pas Foto berbagai ukuran, Flash Disk,Materai, Kancing Baju, Jarum Jahit, Kantung Plastik, Fotokopi KTP, Ikat Rambut. Loh, kok ada ikat rambut? Iya, beberapa waktu yang lalu rambut saya sempat gondrong, jadi saya membutuhkan ikat rambut supaya lebih rapi. Ah, saya merasa keren sekali dulu ketika gondrong. Buakakakaka

10.   Termometer
Telah jelas.

11.   Pen Light
Telah jelas.

12.   Saturasi Oksigen
Ketika visite pasien, alat ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui kadar oksigen pasien. Terutama yang dengan penyakit gangguan pernapasan. Mengetahui kadar oksigen serta rentang nadi pasien, membantu dalam membuat assessment selanjutnya.

13.   Pulpen
Sebenarnya bisa 2-3 pulpen yang dibawa. Bekerja sebagai dokter, saya rasa semuanya tahu bahwa benda sekecil ini sangat mudah hilang. Entah itu dipinjem tidak kembali, maupun jatuh, dsb. Benda sekecil inipun bisa membuat pertikaian. Tidak percaya, coba saja letakkan sebentar di meja, kemudian pergi ke toilet. Semua akan tidak lagi sama, kawan!

14.   Kotak Obat
Obat-obat untuk penyakit-penyakit umum ada disini. Mulai dari obat batuk/pilek, demam, nyeri perut, mencret, hingga vitamin ada semua. Terakhir, bahkan saya menyimpan obat hipertensi.

15.   Meteran
Mau jadi tukang jahit, pak? Mungkin kalian berkata demikian. Tapi percayalah, meteran ini perlu sekali untuk membuat penilaian status gizi pada anak. Konsulen anak saya disini sangat detail dalam menangani pasien, terutama pasien anak dengan gizi buruk. Mengukur lingkar perut anak adalah salah satu hal yang wajib dilakukan. Seru kan?

16.   Kalkulator
Ini juga sangat penting untuk menghitung dosis cairan infus, dosis obat, dan jumlah darah yang perlu ditransfusi pada pasien dengan anemia berat. Terutama pada pasien anak. Sekali lagi, kami diajari konsulen disini untuk memberi terapi yang adekuat berdasarkan kebutuhan setiap anak. Karena berat badan mereka yang berbeda-beda. Ah, dr. Windi, Sp.A saya padamulah dok. Oh ya, kok gak pakai kalkulator pada hp? Hp saya juga agak-agak busuk. Terlalu banyak menyimpan kenangan akan mantan mungkin. Nantilah saya ganti mantan. Eh, hp maksudnya.

17.   Cotton Bud
Percayalah, ada banyak pasien membutuhkan ini. Kalian tahu maksud saya kan? :P

18.   Betadine, Kassa, Hansaplast, One Swab
Perlengkapan P3K untuk keadaan luka. Ya itu tadi, benda ini ada karena pengalaman saya yang tidak bisa berbuat sesuatu kepada anak kecil dengan kepala berdarah tadi.

Benda-benda diatas semuanya tersimpan dalam tas paha hitam ini. Tapi bila saya melakukan perjalanan udara, ada perlengkapan lain yang saya bawa. Tapi semuanya tersimpan di dalam tas ransel. Diantaranya adalah, masker wajah, Tensimeter, Steteskop, dan Perban Gulung. Saya ini agak-agak ya? Namanya juga docpacker.

Tapi percayalah, dalam setiap perjalanan, kita tidak tahu apa saja yang akan terjadi. Ya kita berdoa agar hal-hal baik saja yang terjadi sih. Tapi mempersiapkan diri dalam keadaan yang tidak mengenakkan (dalam hal medis) akan sangat menolong sekali. Apalagi soal nyawa manusia. Itu sangat penting...

 Sumba, 19 November 2016

Kamis, 17 November 2016

Life's traveller

Saya banyak melakukan perjalanan selama bertugas di Sumba ini. Dari pantai ke pantai, bukit ke bukit, maupun air terjun ke air terjun lainnya. Ada yang terdokumentasi, tetapi lebih banyak yang tidak. Semua dikarenakan telpon seluler saya cukup buruk untuk mengambil gambar. Itu alasan pertama. Alasan kedua, saya tidak memiliki kemampuan mengambil gambar yang bagus. Ketiga, lebih sering melamun dan menikmati makna yang saya dapat selama melakukan perjalanan tersebut. Cukup disayangkan sebenarnya. Dan rupanya, gambar-gambar yang terdokumentasi pun kebanyakan seperti foto disamping. Sangat tidak penting. 😂
 
Foto ini berlokasi di Pantai Mandorak. Salah satu pantai yang bagus dan menjadi tujuan pelancong datang ke Sumba. Tempatnya satu arah dengan Danau Waikuri yang kesohor itu. Lah, terus kok ga posting gambar-gambar pantai tersebut? Ah, kalian juga bisa browsing di internet bagaimana keindahan kedua tempat itu dan tempat-tempat lain di Sumba ini. Akan ada banyak gambar-gambar dengan kualitas yang bagus dan memanjakan mata ketimbang foto yang saya miliki. Tapi saya akan membagikan sebuah cerita. Cerita tentang bagaimana semangat seorang dokter yang kembali berkobar ketika dokter tersebut melakukan perjalanan. Sebuah cerita tentang kita, tentang kita sebagai manusia. Sebuah cerita yang banyak orang enggan ataupun kurang berminat menceritakan.
 
 
Di sebelah dokter ini adalah salah seorang pasien yang pernah ia rawat. Pasien ini ia rawat bukan saja seminggu-dua minggu. Tapi sebulan lebih. Saya sebenarnya lupa sekali siapa namanya, berapa usianya, serta penyakit yang dideritanya. Yang saya bisa ingat adalah, pasian ini usianya jauh lebih muda dari saya, belum 30 tahun, dan menderita penyakit komplikasi yang banyak sekali. Salah satunya penyakit gagal ginjal dan anemia berat. Pernah mengalami gagal napas. Transfusi darah berkantong-kantong. Serta tidak mampu melakukan aktivitas, bahkan hanya untuk sekedar duduk di tempat tidur. Berapa kali saya dan teman sejawat menduga ia tidak akan bisa melewati masa-masa gawatnya di rumah sakit ketika itu. Tapi mujizat selalu terjadi, bukan? Dan pemuda ini adalah salah satunya.
Saya pun tidak mengenalinya sampai ketika ia memanggil saya, dan berlari mengejar menghampiri sembari berkata, “Bapak dokter!!!”.

Saya saat itu sedang berjalan di pasir pantai sambil melihat anak-anak kecil bermain air. Serta melihat nelayan lokal membawa ikan-ikan hasil tangkapannya. Pemuda ini sedang duduk di pasir bersama kerumunan warga lain bermain kartu. Ia kemudian menceritakan tentang dirinya dan bagaimana ia berada di rumah sakit dalam waktu yang lama, dan mengatakan bahwa saya yang merawatnya dan menyampaikan terima kasih. Ia mengatakan di depan seluruh orang-orang yang berkumpul disitu.  Saya tersentuh, dan kemudian mengajak berfoto bersama, sebagai dokumentasi pribadi.
Dokumentasi-dokumentasi yang ‘tidak sengaja’ terjadi seperti ini bisa menjadi pengingat kepada saya, bahwa ternyata apa yang saya lakukan berarti dan memberi dampak. Kalaupun tidak untuk semua orang, setidaknya 1 pemuda ini merasakan bahwa saya ada gunanya juga. Hal begini membuat hangat di dalam hati. Dan hal itu akan terus membuat saya terus belajar untuk menjadi dokter yang baik, serta memiliki attittude yang baik dalam melayani pasien.
Saya pamit pulang kepada pemuda itu dan kepada warga disana dengan melambaikan tangan. Impian melayani Tuhan melalui pekerjaan sebagai dokter bukan saja digenapi olehNya. Tapi saya benar-benar disertai. Tampak nyata melalui hal-hal yang saya alami seperti ini. Dan saya suka membagikan cerita seperti ini, agar kita semua bisa terus ingat, bahwa kita berarti, dan sesama kita berarti. Melayani dan mengasihi sesama, adalah bukti nyata kita berTuhan, dan mencintai Tuhan. Bukan dengan membagikan kebencian.
Sumba, 18 November 2016