Kamis, 17 November 2016

Life's traveller

Saya banyak melakukan perjalanan selama bertugas di Sumba ini. Dari pantai ke pantai, bukit ke bukit, maupun air terjun ke air terjun lainnya. Ada yang terdokumentasi, tetapi lebih banyak yang tidak. Semua dikarenakan telpon seluler saya cukup buruk untuk mengambil gambar. Itu alasan pertama. Alasan kedua, saya tidak memiliki kemampuan mengambil gambar yang bagus. Ketiga, lebih sering melamun dan menikmati makna yang saya dapat selama melakukan perjalanan tersebut. Cukup disayangkan sebenarnya. Dan rupanya, gambar-gambar yang terdokumentasi pun kebanyakan seperti foto disamping. Sangat tidak penting. 😂
 
Foto ini berlokasi di Pantai Mandorak. Salah satu pantai yang bagus dan menjadi tujuan pelancong datang ke Sumba. Tempatnya satu arah dengan Danau Waikuri yang kesohor itu. Lah, terus kok ga posting gambar-gambar pantai tersebut? Ah, kalian juga bisa browsing di internet bagaimana keindahan kedua tempat itu dan tempat-tempat lain di Sumba ini. Akan ada banyak gambar-gambar dengan kualitas yang bagus dan memanjakan mata ketimbang foto yang saya miliki. Tapi saya akan membagikan sebuah cerita. Cerita tentang bagaimana semangat seorang dokter yang kembali berkobar ketika dokter tersebut melakukan perjalanan. Sebuah cerita tentang kita, tentang kita sebagai manusia. Sebuah cerita yang banyak orang enggan ataupun kurang berminat menceritakan.
 
 
Di sebelah dokter ini adalah salah seorang pasien yang pernah ia rawat. Pasien ini ia rawat bukan saja seminggu-dua minggu. Tapi sebulan lebih. Saya sebenarnya lupa sekali siapa namanya, berapa usianya, serta penyakit yang dideritanya. Yang saya bisa ingat adalah, pasian ini usianya jauh lebih muda dari saya, belum 30 tahun, dan menderita penyakit komplikasi yang banyak sekali. Salah satunya penyakit gagal ginjal dan anemia berat. Pernah mengalami gagal napas. Transfusi darah berkantong-kantong. Serta tidak mampu melakukan aktivitas, bahkan hanya untuk sekedar duduk di tempat tidur. Berapa kali saya dan teman sejawat menduga ia tidak akan bisa melewati masa-masa gawatnya di rumah sakit ketika itu. Tapi mujizat selalu terjadi, bukan? Dan pemuda ini adalah salah satunya.
Saya pun tidak mengenalinya sampai ketika ia memanggil saya, dan berlari mengejar menghampiri sembari berkata, “Bapak dokter!!!”.

Saya saat itu sedang berjalan di pasir pantai sambil melihat anak-anak kecil bermain air. Serta melihat nelayan lokal membawa ikan-ikan hasil tangkapannya. Pemuda ini sedang duduk di pasir bersama kerumunan warga lain bermain kartu. Ia kemudian menceritakan tentang dirinya dan bagaimana ia berada di rumah sakit dalam waktu yang lama, dan mengatakan bahwa saya yang merawatnya dan menyampaikan terima kasih. Ia mengatakan di depan seluruh orang-orang yang berkumpul disitu.  Saya tersentuh, dan kemudian mengajak berfoto bersama, sebagai dokumentasi pribadi.
Dokumentasi-dokumentasi yang ‘tidak sengaja’ terjadi seperti ini bisa menjadi pengingat kepada saya, bahwa ternyata apa yang saya lakukan berarti dan memberi dampak. Kalaupun tidak untuk semua orang, setidaknya 1 pemuda ini merasakan bahwa saya ada gunanya juga. Hal begini membuat hangat di dalam hati. Dan hal itu akan terus membuat saya terus belajar untuk menjadi dokter yang baik, serta memiliki attittude yang baik dalam melayani pasien.
Saya pamit pulang kepada pemuda itu dan kepada warga disana dengan melambaikan tangan. Impian melayani Tuhan melalui pekerjaan sebagai dokter bukan saja digenapi olehNya. Tapi saya benar-benar disertai. Tampak nyata melalui hal-hal yang saya alami seperti ini. Dan saya suka membagikan cerita seperti ini, agar kita semua bisa terus ingat, bahwa kita berarti, dan sesama kita berarti. Melayani dan mengasihi sesama, adalah bukti nyata kita berTuhan, dan mencintai Tuhan. Bukan dengan membagikan kebencian.
Sumba, 18 November 2016
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar