Selamat pagi..
Wah, sudah lama juga saya tidak menulis. Terlalu sibuk dolanan dan kerja (baca : ngecengin perawat). Bisa usang juga ni blog lama-lama kalau tidak disambangin pemiliknya.
Saya baru saja selesai jaga malam. Tadi malam pasien di UGD lumayan rame. Untungnya pasien di ruangan tidak seberapa rempong. Jadi masih sempat ngelirik bola dan curcol-curcol sama mbak-mbak perawat. Jaga malam selalu menyenangkan. Sepi, banyak waktu untuk mempelajari kasus-kasus baru, dan terutama bisa ke UGD buat meriksa pasien. Saya selalu suka UGD. Tension yang tinggi selalu membuat saya merasa hidup. Pantas saja masalah selalu tidak pernah habis terjadi dalam hidup saya. Supaya saya tetap terus merasa hidup.
Pagi ini saya ingin bercerita mengenai seorang sahabat saya. Sebut saja namanya Arjuno. Tentu saja ini bukan nama sebenarnya. Saya pakai nama itu karena bulan depan saya berencana naik gung Arjuno. Norak? Well, maybe it was my middle name. Balik ke si Arjuno tadi. Dia ini salah seorang konco baik saya. Temenan sejak awal kuliah hingga sekarang. Mulai dari malam minggu berdua kayak pasangan homo, sampai nemenin ke Bandung Selatan demi ngasi coklat en bunga mawar untuk salah seorang cewek kecengan saya beberapa tahun silam (Yang tetep aja ngenes hasilnya). Mulai dari berantem sampe maki-maki en nunjuk muka hingga jalan keluar kota berdua demi menjumpai seorang kecengan saya yang lain. Well, sudah 9 tahun ya? Katanya ahli psikologi yang belum saya cek kebenarannya, jika persahabatan sudah melewati usia 6 tahun, persahabatan itu akan abadi. Semoga benar deh.
Jadi gini. Tadi malam saya sedang tidur. Hp saya berdering. Muncul nama makhluk ini. Ngga mungkin dia menelpon demi nanyain bagaimana situasi gang Dolly pasca deklarasi penutupan oleh pemkot Surabaya. Pasti ada sesuatu. Dan ternyata benar. He needs his buddy. Dia share mengenai kegagalannya untuk meneruskan studi program pendidikan spesialis di salah 1 universitas negeri. Intonasi suaranya membuat saya dapat membayangkan bagaimana ekspresi wajahnya saat itu. Sebenernya saya juga bingung mau kasi kata-kata peneguhan apa. Yang keluar cuma kalimat-kalimat rohani. Dan ujung-ujungnya tetap ngajak ketawa. At the end of our conv, i promise him that i'll call him tomorrow morning, which is today. And i did.
Kalau keadaannya seperti ini, sebagai seorang teman yang baik saya harus memberikan perhatian ekstra agar dia tau kalo dia punya teman yang bisa diajak tukar pikiran. Berlebihan? Rasanya tidak. Saya justru merasa tersanjung menjadi teman yang dia percayai untuk bercerita. Malam-malam diganggu untuk mendengar pergumulan dan kegelisahan seorang teman itu selalu saya anggap sebagai blessing dan ujian. Apakah saya benar-benar punya hati yang tulus sebagai seorang teman. Bayangkan deh. Kalau kamu lagi berbeban berat, dan bingung mau cerita ke siapa. Mau cerita ke si ini sungkan, takut ngeganggu. Wah, kalau masih sungkan mengganggu teman, berarti belum karib benar hubungannya. Pun, yang tidak mau diganggu. Suam-suam kuku pertemanannya. Iya ngga sih? Menurut saya iya. Ngga tahu ya kalau mas Anang..
Intinya saya mau ngomong apaan yak?
Well, untuk kali ini kalian tarik sendiri deh ya. Sekali-kali saya ajak kalian untuk menguntai sendiri pesan moral tulisan saya pagi ini. Saya sudah kadung ngantuk pol. Mana ditambah stres gara-gara batal ikut nonton konser Jazz di Gunung Bromo karena salah request jadwal jaga, bikin saya kehilangan girus-girus otak di lobus frontalis et temporalis. Saya mau tidur nyenyak... *Esilgan mana Esilgan?*
Surabaya, 20 Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar