Minggu, 18 Januari 2015

Mengejar Impian

19 Januari 2015

Hari masih pagi. Saya masih di RS menunggu jam jaga malam berakhir. Duduk di depan komputer sembari mendengar lagu-lagu Fatin, adik saya. Semarga, tidak sekandung. Lagu-lagunya menyenangkan.

Seperti biasa, ada banyak hal yang berputar di kepala belakangan ini. Tidak, tidak sampai membuat gelisah. Hanya berproyeksi, akan kemana dan menjadi seperti apakah semua ide-ide itu. Bergairah sekaligus takut.

Teringat seorang teman baik, dokter juga, blogger juga. Sejak dulu, dia adalah salah satu orang yang tau apa mimpinya, dan berani mengejar mimpinya di antara teman-teman saya yang lain. Saat ini dia sedang berada di Melbourne untuk melanjutkan studi. Tadi malam saya baca blognya. Ah, senang dan bahagia melihatnya disana. Meninggalkan Indonesia untuk 2 tahun demi sebuah impian. Tidak sebentar, tapi tidak lama juga. Saya belum menghubungi untuk mengucapkan selamat ataupun mengungkapkan kekaguman. Tapi jauh dalam hati, saya berdoa untuknya. Dan untuk saya.

Dulu, saya memiliki banyak keberanian untuk melakukan berbagai hal yang ingin saya lakukan. Hormon-hormon yang keluar dalam antusiasme itu membuat hidup saya bersemangat, sekaligus menumbuhkan banyak bulu-bulu di muka saya. Tidak berkorelasi, memang. Tapi ya, rasanya saya saat ini kehilangan keberanian itu. Saya sudah nyaman dengan apa yang saya jalani sekarang. Dan sungguh, itu tidak baik. Untuk orang seusia saya, yang masih jauh untuk didatangi kematian dalam proses penuaan.

Saya kemudian mengingat kembali apa-apa saja yang ingin saya raih dan lakukan, sebelum tersungkur dalam penyesalan. Dari kesemuanya itu, tidak ada satupun yang tidak mungkin dicapai. Persoalannya cuma satu, dan selalu satu. Keberanian.

Memori November 2013 kemudian menghampiri. Kala itu, saya memutuskan untuk hijrah ke Surabaya. Sebuah kota yang asing, sekaligus besar untuk menjadi bagian dalamnya. Dalam pelbagai halangan dan tentangan yang (dulu) begitu berat, ternyata dapat dilalui. Saya mengatakan pada diri sendiri bahwa saya bisa, dan ternyata bisa. Entah bagaimana saya saat ini jika waktu itu tidak meresponi tantangan itu.

Januari 2015. Empat belas bulan setelahnya. Saya kembali bertanya-tanya, "Apa lagi yang akan kau lakukan, hai diriku yang lelah?" Masihkah kau berani menantang semesta untuk memberkatimu dengan dunia yang baru?"

Well, saya tidak tahu. Tapi setidaknya saya memiliki 1 langkah yang akan saya jalani hari ini. Ngeri juga. Tapi hal-hal baik tidak pernah didapatkan dengan mudah. Saya hanya percaya kepada diri sendiri, dan kepada semesta. Jika, kata 'Tuhan' terlalu religius buatmu..



Surabaya, 06.35
Dalam keadaan batuk, pilek, demam, dan masalah pencernaan. Semoga tidak tipes (Typhoid)

1 komentar:

  1. Hi Reynald, you know, i just only few doctors who put their passion fully to their patients, one of them is you. I know you will become a great doctor, since you are now has become a good doctor. Keep dreaming and make your dream alive. Best wishes for you.

    BalasHapus