Senin, 02 Mei 2016

Happy Birthday, Taruna


Hari ini diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagi kampus SMA ketika saya bersekolah dulu, hari ini pun adalah hari yang spesial. SMA saya berulang tahun. Dan hari ini, SMA saya genap berusia 21 tahun. Usia yang masih muda. SMA saya bernama SMA Taruna Bumi Khatulistiwa.

Dari namanya, bisa ditebak bahwa sekolah saya ini adalah sekolah berasrama dengan sistem agak-agak atau semi semi gitulah. Agak militer. Karena berada di Pontianak, maka diberi tambahan Bumi Khatulistiwa. Saya adalah angkatan ke 7 di sekolah itu. Yang bahkan hingga sekarang masih tidak mengerti kenapa saya bisa lolos. Tapi saya sangat bersyukur pernah berada disana dan memiliki cerita serta sahabat yang dapat saya andalkan hingga sekarang. Padahal sudah 15 tahun yang lalu!

Kita semua suka mendengar cerita yang detail. Membuat kita semua memiliki ide masing-masing tentang seperti apa sebenarnya sekolah saya dulu, sehingga muncullah tulisan ini.

Proses seleksi masuk ke SMA saya ini sangat tidak mudah. Dulu, ada beberapa tes yang harus kami lalui sebelum dinyatakan diterima sebagai siswa/i di SMA tersebut. Tes Akademis, Tes Kesemaptaan, Tes Kesehatan, Psikotes, dan diakhiri dengan Tes Wawancara. Semuanya sistem gugur. Yang berarti, dapat melanjutkan ke tes berikutnya bila tes sebelumnya dinyatakan lolos. Setelah angkatan saya, ada beberapa variasi proses seleksi, namun tidak mengurangi kualitas yang diharapkan dari sekolah ini terhadap calon siswa/i nya.

Masa orientasinya pun bervariasi. Berhubung tahun 2001 sistem pendidikan kita masih menganut Caturwulan, maka masa orientasi pendidikan berlangsung selama 1 caturwulan (16 Minggu) yang diakhiri dengan Pembaretan, sebuah istilah dimana merupakan acara puncak dari semua kegiatan yang telah dilaksanakan. Semacam Inagurasi, tapi dengan mengenakan seragam militer hijau dan sepatu PDL, serta penuh lumpur. Tidak ada itu pentas seni mengundang artis. Mana mungkin Ayu Tingting mau menyanyi Sambalado sambil bergelimang lumpur. Hahaha

Selama 4 bulan atau 16 minggu di asrama ini, kami sama sekali tidak boleh bertemu keluarga dan sanak famili. Kami ‘terperangkap’ di dalam kampus dengan segala rutinitas yang padat. Mulai dari subuh hingga malam hari. Oh, saya masih ingat urutan waktu kegiatan asrama dari 04.30 pagi hingga 22.00 malam. Apel Pagi, Apel Siang, bahkan Apel Malam. Melanggar  keteraturan ini, berarti mendapat sanksi. Saya pernah mendapat sanksi dalam hal aturan tidak boleh bertemu orangtua. Saya pernah secara ‘tidak sengaja’ melambaikan tangan di depan jendela kelas ketika melihat orangtua datang berkunjung untuk mengirimkan beberapa barang kebutuhan. Saya katakan tidak sengaja karena sebenarnya saya sudah bertekad bulat untuk tidak melihat keluarga sendiri, meski teman-teman sekelas menyampaikan bahwa orangtua saya ada didepan. Tapi karena desakan dan dorongan teman-teman yang mengatakan bahwa tidak ada yang tahu, saya pun akhirnya melambaikan tangan.

Pada saat itu, angin tiba-tiba agak kencang dan bulu roma saya agak merinding. Saya sudah tahu ada sesuatu yang salah. Dan benarlah firasat itu. Ternyata ada kakak kelas yang melihat dari balik pintu kelas. Saya dipanggil dan diberi hukuman. Lari mengelilingi kolam ikan sambil berteriak,”Saya tidak kangen orangtua!”. Untungnya, hukuman ini boleh dilakukan kapan saja saya bisa dan tidak bertabrakan dengan waktu ekskul. Bakat otak busuk saya mengarahkan saya untuk melaksanakan hukuman itu sore hari ketika semua siswa sedang mengikuti ekstrakurikuler. Tidak ada yang tahu, saya bisa lari sambil berteriak pelan, dan terhindar dari rasa malu. Licik memang. Sepertinya saya ada bakat menjadi politikus.

Baik, kembali ke almamater ini.

Namanya juga sekolah berasrama dengan sistem agak militer tadi. Semua yang akan dilakukan telah terjadwal dan tersusun rapi. Semua memiliki aturan masing-masing. Ada rutinitas harian serta ada buku peraturan kehidupan berasrama beserta pasal-pasalnya. Tentu saja saya tidak ingat saat ini semuanya. Kecuali 1 pasal. Kalau tidak salah pasal 33. Pasal yang mengatur hubungan siswa dan siswi. Dalam bahasa awam, “Ngga boleh pacaran!”. Pasal yang seru dan saru. Pasal yang paling sering dilanggar. Termasuk saya. Pasal lainnya, tentu saja sudah tertelan faktor usia.

Ya. Ada banyak sekali peraturan yang ada. Bukan saja dalam baris-berbaris atau upacara (Oh, ini juga banyak banget aturannya). Bahkan urutan penempatan baju, pakaian dalam, sepatu/sendal sampai tempat kitab suci semua ada aturannya.Ukuran lipatan baju saja diatur. Mungkin 24 cm lebarnya. Untungnya, warna sempak masih bebas. Sehingga bagi rekan-rekan yang menyukai keberagaman warna dalam hal sempak, dapat terwadahi keinginannya.

Teman sekamar di asrama akan berganti ketika kenaikan kelas. Kenaikan kelas berarti perpindahan asrama satu ke asrama yang lain. Itu pun berarti teman sekamar akan berbeda. Sejauh yang saya amati, teman sekamar biasanya berbeda daerah dan berbeda keyakinan. Sehingga diharapkan proses akulturasi dan kesatuan dalam keberbedaan itu dapat terwujud harmonis satu dengan yang lainnya. Pembagian teman sekamar ini diatur oleh OSIS di Seksi terkait. Harap-harap cemas juga sebenarnya. Mengingat karakter setiap orang berbeda-beda, sehingga bila mendapat teman sekamar yang agak berbeda dengan kita, butuh penerimaan yang sangat luar biasa. Mungkin perlu berdiam diri di Masjid atau Gereja atau Cetiya kampus menunggu ilham sehingga bisa dengan berbesar hati mendapat teman sekamar yang hobinya ‘unik’.

Soal tempat ibadah, SMA kami memfasilitasi dengan beberapa tempat ibadah sesuai dengan keyakinan setiap siswa. Masjid ada. Gereja juga ada. Cetiya (tempat ibadah pemeluk agama Budha. Kalau tidak salah sebutannya seperti itu. Mohon koreksi jika saya salah) juga ada. Sehingga kegiatan spiritual pun dapat berjalan dengan baik.

Fasilitas Olahraga juga lumayan. Lintasan lari ada. Lapangan basket ada. Lapangan Voli ada. Lapangan Bulutangkis ada. Lapangan untuk olahraga kesemaptaan ada. Lapangan Sepakbola ada. Bahkan Kolam Renang juga ada. Oke, untuk 2 terakhir merupakan variasi kreatif dari kami saja. Lapangan Sepakbola sebenarnya adalah sebuah lapangan rumput yang lumayan luas, yang berada tepat di depan pintu masuk gerbang kampus. Sering dijadikan tempat bermain sepakbola. Mengenai kolam renang tadi, itu adalah kolam ikan saja, tempat saya dihukum sambil berteriak pelan seperti yang sudah saya ceritakan di depan. Menjadi kolam renang hanya pada moment khusus. Yaitu ujian kesemaptaan. Setelah selesai ujian, biasanya kami akan menceburkan diri untuk berenang disana. Oh, bukan kami sih. Hanya kelas 3 saja. Mengenai alasannya kenapa, hanya Tuhan dan kelas 3 saja yang tahu.

Namanya juga sekolah agak militer. Sistem penilaiannya pun dibuat sedemikian rupa, dengan tidak hanya melihat dari unsur akademis semata. Tapi dari kemampuan fisik dan kepribadian. Pada upacara pembagian rapor setiap caturwulan (atau Semester), selalu ada barisan khusus bagi siswa/i berprestasi. Dari Hal Akademis, Kesemaptaan, dan Kepribadian. Akademis dinilai dari nilai akademik, tentu saja. Kesemaptaan dinilai dari kemampuan fisik. Ada ujiannya juga. Berapa putaran dia mampu selesaikan dalam 12 menit, push up, sit up, dll. Sedangkan Kepribadian, dinilai oleh dewan guru. Dalam ketiga unsur ini, bisa dipastikan saya tidak pernah masuk di jajaran barisan siswa/i berprestasi tersebut. Demi kesehatan mental saya, mari kita skip saja bagian ini.

Ekstrakurikuler. Ada banyak sekali yang harus diikuti setiap harinya. Saya masih ingat ketika kelas satu urutan ekskul dari hari Senin hingga Sabtu adalah seperti ini : Pidato Bahasa Indonesia-Komputer-Ekskul Pilihan-Pencak Silat-Pramuka-Bela Negara. Menginjak kelas 2, Pidato bahasa Indonesia diganti menjadi Pidato Bahasa Inggris. Jadi, meski agak-agak miring juga otak saya ini, bahasa Inggris saya tidak malu-maluin kok.

Ekskul pilihan ada beberapa pilihan. Basket, Ensemble, Pecinta Alam, Karya Ilmiah Remaja. Hanya boleh memilih 1 diantara 4 itu. Basket, saya ga bisa. Ensemble, nyanyi en main gitar fals. Karya Ilmiah, otak begini ga mampu diajak berpikir rumit. Akhirnya saya memilih pecinta alam. Bukan demi maskulinitas atau gengsi yang keren. Tapi mungkin karena kesamaan leluhur bila didasarkan teori Darwin. Dan ga jauh-jauh juga dari apa yang leluhur bisa, saya memilih panjat dinding sebagai fokus kegiatan ekskul. Hal yang saya nikmati hingga berkuliah dulu.

Terakhir.

Bila tadi saya menceritak soal ‘materi’, sekarang saya akan menceritakan soal ‘jiwa’.

Saya tidak bisa menafikan bahwa saya memiliki teman-teman yang solid dan kakak kelas serta adik kelas yang akrab. Kami saling mengenal satu sama lain. Bahkan sekarang ketika sama-sama menjadi alumni. Begitu karib. Hubungan yang awalnya ‘dipaksa’ untuk harus berinteraksi pribadi lepas pribadi, membuat kami dengan sendirinya mengetahui beberapa latar belakang serta keluarga masing-masing. Bukan saja ke teman seangkatan, tapi lintas angkatan. Mungkin karena jumlah kami yang sangat sedikit dalam setiap angkatan. Angkatan saya 50 orang. Angkatan di atas, tidak sampai 50. Angkatan dibawah, hanya lebih banyak sedikit dari angkatan saya.

Disamping itu, kedekatan dengan guru dan karyawan juga terasa. Berawal dari ‘pemaksaan’ kakak kelas untuk menghapal semua nama petugas kantin, petugas pembersih sekolah, satpam-satpam, dan karyawan lain, membuat kami akhirnya merasakan bahwa kami semua adalah satu keluarga. Keluarga besar SMA Taruna Bumi Khatulistiwa. Bukan saja ketika masih bersekolah disana. Bahkan saat ini, saya sendiri selalu merasa sentimentil jika berbicara soal almamater. Apalagi di hari ulang tahun ini. Ulang tahun ke 21 ini. Batapa tidak. Terlalu banyak Cerita dan Cinta yang hadir disana. Salah satu pengalaman luar biasa dalam hidup saya.

Bertahun-tahun sesudah kami menjadi alumni, memang ada banyak sekali perubahan yang terjadi. Baik itu perubahan ke arah yang lebih baik, maupun ke yang kurang baik. Dididik dengan semangat kebangsaan dan nasionalisme dan sikap menghargai perbedaan yang tinggi, tidak serta merta menjadikan semua alumni kami memiliki semangat seperti itu. Hal yang membuat saya kadang merasa prihatin. Tapi setidaknya, latar belakang sejarah yang kami miliki, dapat menjadi bahan yang baik untuk kembali mempersatukan.

Ah, sudah jam setengah 10 malam rupanya di Sumba. Jalanan sudah sepi. Yang terdengar diluar hanya bunyi jangkrik. Tapi suara di dalam hati dan pikiran saya jauh lebih berisik. Haru, Rindu, Bangga, Sukacita, Sedih, dan Perih, semua seolah menyelesak berlomba ingin bercerita.



Selamat Ulang Tahun ke dua puluh satu, almamater kebanggaanku, SMA Taruna Bumi Khatulistiwa.

Jayalah, Mulialah, Cita-citamu.

 

Sumba, 2 Mei 2016
Seorang Alumnus, Angkatan VII (2001-2004)

9 komentar:

  1. 😍😍😍 jangan lupa satu kalimat favorit: jangan apatis kau, dek! Ahahaagaga

    BalasHapus
  2. 😍😍😍 jangan lupa satu kalimat favorit: jangan apatis kau, dek! Ahahaagaga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banget Suryanty. Dikit dikit apatis yak? Hahahahaa

      Hapus
  3. Kasubsi humdokpub saya yg sadis ini dlunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, ampun bro. Maaf ya buat masa lalu itu. I owe an apologize. 😭

      Hapus
    2. Bantaiiii...aja kak..( bahasa setan). Wkwkwkwk

      Hapus
    3. Bantaiiii...aja kak..( bahasa setan). Wkwkwkwk

      Hapus
  4. Izin kak.
    Terimakasih atas ceritanya kak, ternyata tidak banyak yang berubah dari tarunaπŸ‘

    BalasHapus
  5. wah seru sekali pengalaman kakak, ditunggu sharingnya di SMA Taruna Bumi Khatulistiwa salam dari angakatan 21.

    BalasHapus