Malam ini saya baru selesai jaga di RS. Mau pulang, tapi pengen nge blog dulu. Lagipula, di kosan bakalan susah move on... #Eh?
Ya. Kali ini saya ingin menulis tentang topik yang tabu dibicarakan sebagai laki-laki. Terutama saya, yang menjunjung tinggi maskulinitas. Tapi saya ingin belajar terus jujur, sebagaimana diri saya selama ini. Brutal truth always uncomfortable. But it is must to do thing to be free.
Saya pernah patah hati. Berkali-kali. Untuk banyak perempuan. Meskipun demikian, tetap saja saya jatuh cinta. Saya tidak pernah kapok untuk menikmati bagaimana rasanya jatuh cinta. Cinta membuat saya bahagia. Dan saya layak untuk bahagia. Mengenai apakah cinta saya berbalas atau tidak, hanya sepenggal luka yang akan hilang dibalut waktu. Saya percaya bahwa luka yang diakibatkan cinta hanya meninggalkan scar. Tidak membunuh harapan. Saya harap kalian juga demikian.
Patah hati pertama saya ketika kelas 1 SD. Oleh seorang perempuan bernama Dewi. Kecengan sekaligus saingan akademis saya. Ya, mungkin hormon saya terlalu cepat keluar. Terbukti dengan banyaknya bulu-bulu di wajah dan badan saya. But it's okay. Banyak yang menyukai cambang dan bulu dada ini... #eh?
Kembali ke topik. Saya patah hati karena dia pindah ke mana yang saya pun tidak tahu. Tapi apakah saya sudah move on? Jelas. Kenangan saya dengannya tidak banyak. Yang spesial antara saya dengannya cuma dialah my first kiss. Ups! Ya, saya pernah tidak sengaja berciuman dengannya ketika pelajaran menulis rangkai. Jadi, saya duduk di bangku paling belakang, dan dia duduk di bangku paling depan. Ketika saya hendak mengumpulkan tugas, dia baru selesai mengumpulkan. Dan puji Tuhan, berciumanlah kami. Kenapa saya bilang puji Tuhan? Karena saya sudah berjanji dengan diri sendiri, bahwa perempuan berikutnya yang akan saya cium bibirnya adalah dia yang akan saya bawa di depan mimbar. Dia, yang akan saya bawa ke Tuhan, dan berjanji akan memberikan cinta dan kesetiaan saya. Sayang, gereja-gereja di Indonesia belum bisa menerima konsep cium bibir di altar. Yah, mau ga mau ya cipokannya di resepsi aja.
*Oh, costae ke 13 ku, kamu sudah lahir belum sih?
Perempuan kedua adalah kecengan saya ketika SMP. Saya patah hati karena tidak berani mengungkapkan. Jaman SMP adalah jaman saya masih pengecut. Tidak berani godain cewe. Apalagi godain cowo. Bahkan, ketika belakangan saya mengetahui bahwa cewe ini juga sebenernya ngecengin saya, saya tetap berjibaku dengan buku-buku. Sampai akhirnya kami dipisahkan oleh kelulusan.
Jaman SMA, ketika saya menjadi lebih berani, yang terbukti dengan menjadi junior paling pertama dan konsisten ngelawan kakak kelas dan guru, saya tetap tidak berani nembak cewe. Ehm, maaf. Pernah nembak sekali, tapi ditolak. Dan saya patah hatinya sambil diam dikamar asrama dan megang bola pingpong, yang terus saya bawa kemana-mana. Saya tidak tahu kenapa harus bola pingpong. Bahkan bermainnya pun saya tidak bisa. Cuma dalam konsep ketidakwarasan berpikir saya jaman SMA dulu menganggap bahwa patah hati dengan cara begini adalah unik. Biar 1 sekolahan tahu gitu, bahwa saya juga bisa patah hati. Tapi sayangnya tidak. Yang tahu saya patah hati cuma 1 orang kakak kelas. Cantik dan sholehah. Dia sempat menanyakan perihal bola pingpong itu, yang saya yakin pasti disesalinya. Well, bless u, sist.
*Jaman SMA saya pernah nembak lagi dan diterima. Kami jalan 2 tahun dan putus. Tapi saya benar-benar bisa move on dan berteman baik dengannya hingga kini
Jaman kuliah. Ah, jaman ini banyak sekali saya patah hati. Benar, tampang saya memang biasa. Menjurus ke tidak biasa dengan pola asimetris disana-sini. Tapi saya harus jujur. Saya tahu benar bagaimana memperlakukan cewe. karena itu, teman-teman saya terus beranggapan saya player dan tukang PHP cewe. Mereka kayanya lupa juga bahwa dibalik itu semua, record patah hati saya ketika kuliah jauh lebih banyak dan mendalam ketimbang image yang timbul bagi mereka. Well, that's life. Banyak ga adilnya... (Hahaha)
Intinya, jaman kuliah itu penderitaan saya karena cinta banyak bener. Sampai-sampai saya tidak bisa mengingat siapa-siapa saja mereka.
Kali ini. kali ini saya pun lagi patah hati. Kali ini patah hatinya karena seseorang yang sangat spesial buat saya. Hancur? Pakai banget. Sampai sakit seminggu ini. Kenapa begitu sakit? Rasanya saya masih belum bisa menceritakannya. Yang jelas, sedih sekali. Setiap malam saya berdoa meminta kekuatan dari Tuhan. Saya terlalu mencintai orang yang salah. Yang mungkin tidak mengerti cintanya saya, dan menerima nya. Menyedihkan? Pakai banget (masih).
Pelarian saya cuma ke RS. Bekerja, bekerja, dan bekerja. Sering saya berharap, dimasa saya tidak jaga, saya dipanggil untuk menggantikan teman yang berhalangan. Berada di RS ini saya merasa nyaman. Sebagai manusia, dan sebagai diri saya sendiri.
Saya memang belum bisa move on. Tapi ketika melihat keluar dan matahari bersinar begitu cerah dari jendela RS seperti tadi sore, saya merasa hangat. Tuhan saya masih ada disana, tersenyum dan berkata bahwa segalanya akan baik-baik saja. Ketika menyentuh pasien-pasien dan berdialog dengan mereka, saya merasa jauh lebih beruntung. Masalah saya cuma hati saja. Hati yang terluka. jijik memang bahasa saya kali ini. Tapi percayalah, ketika kalian mengalami fase seperti yang saya alami, kata jijik itu seketika hilang dari area Wernicke otak besar kalian. Percayalah..
Pun, dengan teman sejawat dan perawat-perawat. Saya nyaman bersama mereka. Setidaknya, saya tidak salah profesi. Apalagi RS ini penuh wanita. Yah, mudah-mudahan bisa move on. Asal bulu-bulu saya tidak terus-menerus dicabuti mbak-mbak perawatnya saja.
Saya belajar move on terus. Susah? Jelas. Masalah hati ini rumit, kawan. Cinta bisa begitu indah bagaikan blackforest cake, berhiaskan ceri dan glasur putih nan menawan. Tapi cinta juga bisa bagaikan diabetes yang membunuh pelan-pelan setiap organ, dengan mengurangi fungsi organ lainnya kalau terlalu banyak makan blackforest. Maaf, perumpamaan saya begitu medis. Bagaimana yah, saya seorang dokter. Dan ini dunia saya. Saya mencintai dunia ini. Kalau tidak suka, doakan saja agar saya tidak diabet.
Saya masih menangis.
Saya masih mengambil gitar untuk bernyanyi melipur lara.
Saya masih mengingat dia.
Tapi ada banyak hal yang sudah saya pelajari.
Dan saya mau terus melangkah.
Tuhan masih bersama saya, dan memahami luka hati saya.
Itu saja cukup.
Paling tidak untuk saat ini...
Note. Berikut saya masukkan gambar-gambar yang temanya move on. Coba kalian liat satu per satu. Bagus-bagus dan mendalam maknanya. Beneran, liat satu-satu. Tapi gambar favorit saya adalah yang paling atas sebelum tulisan ini. Begitu maskulin, dingin, sedih, dan merepresentasikan kesendirian saya bersama alam.
Surabaya, 13 Mei 2014 Pukul 19.55
Ketika jam jaga sudah berakhir 2 jam lalu, dan saya enggan pulang..
move on itu.. "menerima" bahwa kenyataan tidak selalu sama dengan apa yang kita pikir..
BalasHapusyap, bisa merasakan cinta itu "anugerah",,
terlebih lagi apabila dicintai oleh orang yang kita cinta..*yaiyalah....
tapi sekali lagi..
Jalan Tuhan itu tidak perlu dimengerti, cukup percaya percaya dan berserah..
Tuhan sudah siapkan 'teman hidup' terbaik..teman hidup yang sepadan.. bahkan lebih dari apa yang kita pikir...
semangat yaa bang ^^
let me now ya kalau costa-ke-13mu uda ketemu :D hahahhahaha
Senang mendengarmu bahagia dengan hidupmu saat ini...
terus melayani dan terus jd berkat!
GOD bless you.
Hai, nit. Makasih ya peneguhannya. Abang juga happy dengan cerita2mu. Tetap saling mendoakan yak? Sodara KTB yang baik kan? Hehehe
HapusEniwei, masalah move on yah. Kalau sudah masalah duri dalam daging, sampai dipanggil 'pulang' juga ga akan dicabut tuh duri. Ah, pedih yak? :)
I am not sure if it's a good idea to be very open about this bro.
BalasHapusKalo misalnya sekarang ada cewe yang lagi naksir kamu, trus setelah baca kisah patah hati mu yang dimulai dari SD sampe kuliah, ntar dia jadi gak naksir lagi gimana? :)
Hahahaa. Kalo ko Santo baca blog saya sebelum2nya, banyak juga sih aib2 saya,ko. Saya cuma pengen menertawakan hidup saya saja,ko. Abis nertawain idup orang kok ya sadis yak? Hahahaha
Hapus